Dirham atau derham adalah mata uang kerajaan di
Aceh yang pertama kali dikeluarkan kerajaan Samudera Pasai dibawah kekuasaan
Sultan Muhammad Malik Az-Zahir (1297-1326) sebagai mata uang resmi kerajaan
sebagai alat transaksi. pada Abad ke 13 M Kerajaan samudera pasai pernah
berkembang dan menjadi pusat perdagangan dan pusat pengembangan agama islam di
Selat Malaka. Bentuk mata uang derham memiliki dimensi lebih kurang 10 mm
hingga dua abad kemudian mata uang derham menambah dimensinya menjadi 12-14mm.
Pada bagian permukaan derham tertera nama sultan dengan gelar Malik Az-Zahir
dan dibelakangnya tulisan As-Sultan Al-Adil kecuali pada masa kepemimpinan
Sultan Salah Ad-Din (1405-1412) hingga sultan 'Ali Ri'ayat Syah (1571-1579) ada
sedikit perubahan desain pada mata uang derham yaitu tertera nama sultan yang
sedang berkuasa sementara tulisan belakangnya tidak ada perubahan.
Sistem mata uang derham juga diadopsi oleh
kerajaan Melaka dan beberapa kerajaan melayu lainnya yang memiliki hubungan
bilateral dengan kerajaan Samudera pasai. Pada tahun 1524 Kerajaan Samudera
pasai ditaklukkan oleh Kerjaan Aceh Dar As-Salam, sistem mata uang samudera
pasai diadopsi oleh Kerajaan Aceh Dar As-Salam. Pada periode Pemerintahan
Sultan Iskandar Muda mata uang derham mengalami redesign dimana tulisan
As-Sultan Al-Adil diganti dengan Johan berdaulat bin 'Ali sedangkan
dibelakangnya tertulis Sri Sultan Perkasa 'Alam. namun ada beberapa koleksi
mata uang derham periode selama Iskandar Muda berkuasa yang ditemukan sedikit
berbeda, seperti koleksi milik seorang belanda J. Hulshoff Pol ada 3 jenis
derham zaman sultan iskandar muda, dimana jenis pertama pada permukaan derham
bertuliskan Sri Sultan Perkasa sementara dibelakangnya bertuliskan Johan
berdaulat bin 'Ali , jenis derham satu lagi tertera Sri Sultan Iskandar Muda di
belakangnya tertulis Johan berdaulat bin 'Ali. Jenis derham ketiga pada
bahagian muka derham ketiga, tertera Sri Sultan Raja Iskandar Muda sedangkan
pada bahagian belakangnya tertulis Johan berdaulat bin Mansur Syah.
![]() |
Foto: Suasana pasar aceh tempo dulu. |
Ketiga jenis derham tersebut menarik perhatian
beberapa peneliti, terutama pada penggunaan kata bin ‘Ali dan bin Mansyur Syah.
Sebuah penjelasan yang menarik diungkapkan seorang peneliti bernama Prof.
Dr.Hoesein Djajadiningrat, menurut beliau (profesor-red) penggunaan kata ‘Ali
pada derham merujuk kepada nama datuk nenek Sultan Iskandar Muda yaitu pendiri
kerajaan Aceh Dar As-Salam Sultan 'Ali Mughayat Syah. Sedangkan katan “bin”
pada derham lebih menjurus kepada pengertian “keturunan” dibandingkan arti secara
harfiah “Anak dari”.
Ada
beberapa kemungkinan mengapa sultan Iskandar Muda mengaitkan dengan kata bin
‘Ali, menurut Prof. Dr.Hoesein Djajadiningrat, Kemungkinan Pertama Sultan
menggunakan nama Datuk Neneknya karena faktanya Ayahnya bukanlah seorang Sultan
sehingga penggunaan kata bin ‘Ali sebagai penjelasan bahwa Sultan berhak atas
tahta Kerajaan. Kemungkinan Kedua bin ‘Ali yang dimaksudkan pada derham merujuk
kepada Sultan 'Ali Ri'ayat Syâh yang tak lain adalah paman Sultan Iskandar Muda.
Masih ada kemungkinan-kemungkinan lainnya yang
mungkin akan terjawab oleh waktu melalui penemuan-penemuan tentang misteri kata
bin ‘Ali pada derham aceh selama perioder sultan Iskandar Mudah berkuasa. Bila
kemungkinan kedua diatas masuk akal bagaimana dengan derham ketiga yang
ditemukan bertuliskan Johan berdaulat bin Mansur Syah.??
Prof. Dr.Hoesein Djajadiningrat menjelaskan,
Bahwa ketika Sultan Iskandar Muda sudah kuat Posisinya atas Tahta Kerajaan
Aceh, maka beliau sudah tidak perlu lagi mengaitkan diri kepada Sultan ‘Ali
manapun. Tapi ada kemungkinan lainnya, bisa jadi Sultan ingin mengakhiri lebih
dari satu makna dari nama yang tertera di belakang derham. Dengan menambahkan
bin ‘Ali dibelakang namanya sebagai dedikasi kepada Pendiri Kerajaan Aceh
Dar-Assalam Sultan 'Ali Mughayat Syah.
Sumber: Buku Mata Uang Kerajaan Aceh - Museum
Aceh
Baru tau klo dulu aceh mata uangnya dirham.
ReplyDeleteThanks for sharing, and Good luck :)