Wisata Pantai Lhoknga yang ada di aceh besar, jaraknya cuma 20 km dari kota banda aceh tepatnya dikawasan PT. Semen Andalas Indonesia. sebelum saat stunami menghantam aceh th. 2004 lantas, lokasi pantai ini cukup berikan nuansa wisata pantai yang alami. banyak pohon-pohon rindang terlebih pohon kelapa yang tumbuh berjejer serta rimbun berikan kesejukan, juga pohon cemara atau aron. pantai pasir putih dengan sedikit bebatuan yang memantulkan warna biru laut seolah-olah sesuatu aquarium dikarenakan memperlihatkan ikan-ikan yang berwarna-warni. jejeran penjual makanan serta minuman di bawah pohon dan gunung yang hijau bersebelahan dengan laut, cukup melengkapi sebagi object wisata pantai yang alami. banyak wisatawan baik lokal ataupun manca negara tiap-tiap harinya berkunjung ke atau beberapa orang berkunjung untuk istirahat sebentar untuk meneruskan perjalanan ke pantai barat-selatan.
Tuesday, February 9, 2016
BANDA ACEH ICON PARA CENDEKIA ACEH
Banda Aceh adalah kota dengan banyak sebutan,
mulai dari kota budaya, kota pelajar, kota wisata, kota kuliner, kota sepeda,
hotspot town, dan masih banyak lagi. Banda Aceh adalah juga miniatur Aceh. Di
kota ini tinggal berbagai macam orang dengan latar suku bangsa yang beragam.
Namun demikian keberagaman budaya yang ada
di Banda Aceh bisa berpadu dengan indah, tanpa memicu konflik yang berarti.
Di
Banda Aceh orang-orang yang dengan berbagai latar belakang sosial dan pendidikan
bisa berbaur secara harmonis. Banyak intelektual, seniman dan budayawan besar
yang pernah mengasah ilmunya di Banda Aceh. Tidak mengherankan, sebab Banda
Aceh juga dijuluki sebagai kota pendidikan. Dimana puluhan perguruan tinggi
negeri dan perguruan tinggi swasta, tumbuh menjamur di kota Banda Aceh. Selain
itu Pesantren maupun Pondokan muslim bertebar di Banda Aceh.
Sebelumnya Banda Aceh pernah menjadi Kota Pendidikan terkemuka di negara kita. Banyak orang menganggap bahwa Banda Aceh adalah penghasil manusia-manusia cerdas dan berbudi pekerti luhur; penghasil pemimpin dan calon-calon pemimpin negeri; dan juga pelahir konsep-konsep yang jitu untuk membangun negeri.
Predikat Banda Aceh sebagai Kota Pendidikan pada
waktu itu rasanya memang tidak berlebihan; di samping secara kuantitas di Banda
Aceh terdapat lembaga pendidikan dari TK s/d PT yang relatif tinggi jumlahnya,
kualitas lembaga pendidikannya pun juga relatif tinggi dibanding rata-rata
kualitas pendidikan di daerah-daerah Aceh pada umumnya. Sebagai misal, di
samping sekolah-sekolah negeri yang umumnya bermutu baik sekolah-sekolah
Tamansiswa dan beberapa sekolah swasta lainnya diakui kehebatannya oleh
masyarakat luas. Di jenjang pendidikan tinggi Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH)
dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Banda Aceh sangat dihargai bahkan
dikagumi.
Pendek kata, Banda Aceh benar-benar “leading”
dalam hal pendidikan; tidak ada daerah lain di Aceh yang dapat menyainginya.
Kalau kemudian banyak putra-putra daerah dari seluruh Aceh maupun Indonesia
“menyerbu” kota ini kiranya merupakan konsekuensi logis atas predikat yang
disandangnya.
Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya
penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran
Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh adalah negara
terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai
oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing,
termasuk bekas penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan
dengan dengan provinsi lainnya, Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung
tinggi nilai agama) tak heran banyak pemuda-pemudi di luar Indonesia menjadikan Aceh sebagai pendidikan Islam yang terkemuka juga.
Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini
mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan
yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan
kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan sempat terpuruk. Salah satu
yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan dan penganaktirian dari
RI, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban.
Pada Ujian Akhir Nasional 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa
mengikuti ujian ulang.
Nama besar atau Tokoh Pendidikan di Aceh Seperti :
- Abubakar Atjeh, ahli ilmu Tharikat
- Ali Hasjmy, akademisi, gubernur Aceh ke 8
- Bachtiar Aly, ahli komunikasi politik
- Tjut Nyak Deviana Daudsjah, ahli musik, rektor
- Dayan Dawood, rektor Unsyiah
- Ed Zoelverdi, ahli fotografi
- Fachry Ali, pakar ilmu komunikasi dan pengamat politik
- Irwan Abdullah, antropolog UGM
- Ismail Suny, ahli hukum tata negara
- Shafwan Idris, rektor IAIN Ar Raniri
- Teuku Ibrahim Alfian, ahli sejarah
- Teuku Jacob, antropolog UGM
- Teuku Nasrullah, ahli hukum, pengacara
- Yaumil Chairiah Agoes Achir, ilmuwan sosial
Kesemuanya pernah tinggal di Banda Aceh. Lantas
apa yang membuat Aceh jadi istimewa…? Pertama karena namanya, yaitu Daerah
Istimewa Banda Aceh. Kedua karena keramahan penduduk Banda Aceh yang bisa
menerima setiap pendatang dengan tangan terbuka serta sejarah yang tidak boleh
dilupakan jasanya untuk negeri tercinta Indonesia. Masih Banyak Tokoh-Tokoh di
Aceh yang bertebar, untuk info tokoh-tokoh Aceh silakan lihat di : Daftar tokoh Aceh.
Namun keramahan orang Banda Aceh ini,
menyebabkan pendatang kesulitan untuk bisa segera menguasai bahasa Aceh. Sebab
orang Banda Aceh bersedia mengalah untuk berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia kepada pendatang yang tidak bisa berbahasa Aceh. Maka jangan
heran andai suatu saat Anda berjumpa dengan seseorang yang pernah tinggal di Banda Aceh dalam
jangka waktu lama antara 5 sampai 10 tahun, tetapi tetap tidak bisa berbahasa Aceh.
Itu semua disebabkan keramahan orang Banda Aceh yang mau diajak berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia, walaupun dengan terbata (penting: masih banyak orang
Aceh yang belum faseh berbahasa Indonesia).
Apa mampu bertahan sebagai kota pendidikan?
Di saat ini, sepertinya Medan akan menggusur Aceh,
sebagai kota pendidikan. Malah sekarang sudah banyak perguruan-perguruan tinggi
modern tumbuh di kota-kota lain. Bila “kota pendidikan” mengandalkan pada
banyaknya tempat-tempat pendidikan, sekolahan, kampus-kampus yang modern dengan
perangkat pendidikan yang lengkap dan maju; mungkin saja bisa jadi Banda Aceh
tidak dapat mengejar, alias dapat tertinggal. Sedangkan dulunya Aceh terkenal
menjadi kota-pendidikan Islam, bukan karena lulusan (yang sekedar)
cerdas-trampil, namun dalam hal lulusan yang memiliki karakter. Sedangkan
karakter atau watak, memang dapat terbina oleh pendidikan yang harus diampu
oleh guru yang menurut semboyan Taman Siswa dinamakan dengan pamong (ing ngarsa
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani). Bukan hanya sekedar cerdas
dalam kemajuan ilmu-teknologi. Maka bila Banda Aceh ingin lestari menjadi kota
pendidikan sebagaimana pada jaman dulunya, perlu ditanyakan, apakah masih ada
pendidikan budi-pekerti luhur yang mengukir watak negarawan terhadap para
lulusan perguruan tinggi. Apa kini masih ada pondokan bagi anak kos yang
induk-semangnya sedemikian memperhatikan terhadap anak asuhnya itu? Jaman
sekarang orang membuka pondokan=kos bagi mahasiswa-pelajar menyediakan kamar
kos hingga sejumlah 16. Apa mampu memperhatikan anak kos sejumlah 16 dengan
baik? Menganggap anak kos bagaikan anak atau calon menantu sendiri? Jaman
sekarang pikiran kita sudah berbeda. Pikiran bisnis, tidak lagi mengandung dan
menjunjung tinggi nilai luhur pendidikan.
Di Banda Aceh Icon Pendidikan juga ditandai dengan tugu berbentuk pena dengan matanya mengarah ke langit dan dibawahnya penuh dengan efek api yang menggambarkan semangat belajar yang tinggi. Sesuai dengan tulisan pesan dibawahnya "Belajar Sambil Berjuang dan Berjuang Sambil Belajar". Semangat sekali pesan di tugu ini sehingga dirasa cocok sebagai Welcome Gate buat para mahasiswa dan siswa yang akan ke Darussalam. Bukankah belajar juga bagian dari sebuah perjuangan? perjuangan untuk mengubah nasib diri dan bangsa dengan berbagai ilmu pengetahuan.
By:
Unknown
On 9:21 PM
Monday, February 8, 2016
Amazing !!! Wisata Pantai Lhok Mee
By:
Unknown
On 12:06 AM
Pesona Alam Pantai Ujong Batee
By:
Unknown
On 12:05 AM
Sunday, February 7, 2016
Lampuuk Beach !!! Pesona Alam Tanah Rencong
pantai lampuuk - memiliki pesona alam pantainya yang begitu indah dipandang mata dengan warna pasir yang putih, hingga area ini sangat cocok sebagai area rekreasi bersama keluarga, kerabat kerja maupun teman-teman anda. dipantai ini juga sangat asik bagi anada yang suka berenang, berjemur, memancing, berselancar maupun sebatas menikmati situasi pemandangan pantainya yang begitu indah. sebelum saat berlangsung tsunami, tempat ini adalah perkampungan tradisional untuk penduduk aceh besar dengan penduduknya yang bekerja sebagai nelayan, petani cegkeh, pegawai pabrik semen pt sai dan sebagainya. di lokasi ini juga ada padang golf seulawah dengan latar belakang pemandangan laut. di sore hari pantai ini merasa lebih indah serta penuh pesona. pengunjung bisa melihat indahnya matahari terbenam, hingga berikan satu kesenangan tidak terlupakan. di sekitar pantai juga banyak area makan dengan penjual ikan yang siap dipanggang serta dapat segera di nikmati pengunjung. waktu tsunami menempa aceh, lokasi ini terhitung lokasi yang amat kronis situasinya. dikarenakan tempat ini terdapat di bibir pantai serta di ujung pulau sumatera, maka rusaknya akibat tsunami amat fatal. cukup banyak masyarakat di tempat ini jadi korban. tetapi saat ini area ini sudah dikelola kembali oleh pemerintah hingga pengunjung bisa kembali nikmati keindahan pantai ini meskipun di pantai ini ada zona terlarang untuk berenang dikarenakan pusaran ombaknya yang terlampau beresiko. lokasi ini juga sudah ditetapkan oleh pemerintah tempat sebagai monumen tragedi tsunami.
By:
Unknown
On 12:04 AM
Tuesday, April 29, 2014
Dirham, Alat Pembayaran Zaman Sultan
Dirham atau derham adalah mata uang kerajaan di
Aceh yang pertama kali dikeluarkan kerajaan Samudera Pasai dibawah kekuasaan
Sultan Muhammad Malik Az-Zahir (1297-1326) sebagai mata uang resmi kerajaan
sebagai alat transaksi. pada Abad ke 13 M Kerajaan samudera pasai pernah
berkembang dan menjadi pusat perdagangan dan pusat pengembangan agama islam di
Selat Malaka. Bentuk mata uang derham memiliki dimensi lebih kurang 10 mm
hingga dua abad kemudian mata uang derham menambah dimensinya menjadi 12-14mm.
Pada bagian permukaan derham tertera nama sultan dengan gelar Malik Az-Zahir
dan dibelakangnya tulisan As-Sultan Al-Adil kecuali pada masa kepemimpinan
Sultan Salah Ad-Din (1405-1412) hingga sultan 'Ali Ri'ayat Syah (1571-1579) ada
sedikit perubahan desain pada mata uang derham yaitu tertera nama sultan yang
sedang berkuasa sementara tulisan belakangnya tidak ada perubahan.
Sistem mata uang derham juga diadopsi oleh
kerajaan Melaka dan beberapa kerajaan melayu lainnya yang memiliki hubungan
bilateral dengan kerajaan Samudera pasai. Pada tahun 1524 Kerajaan Samudera
pasai ditaklukkan oleh Kerjaan Aceh Dar As-Salam, sistem mata uang samudera
pasai diadopsi oleh Kerajaan Aceh Dar As-Salam. Pada periode Pemerintahan
Sultan Iskandar Muda mata uang derham mengalami redesign dimana tulisan
As-Sultan Al-Adil diganti dengan Johan berdaulat bin 'Ali sedangkan
dibelakangnya tertulis Sri Sultan Perkasa 'Alam. namun ada beberapa koleksi
mata uang derham periode selama Iskandar Muda berkuasa yang ditemukan sedikit
berbeda, seperti koleksi milik seorang belanda J. Hulshoff Pol ada 3 jenis
derham zaman sultan iskandar muda, dimana jenis pertama pada permukaan derham
bertuliskan Sri Sultan Perkasa sementara dibelakangnya bertuliskan Johan
berdaulat bin 'Ali , jenis derham satu lagi tertera Sri Sultan Iskandar Muda di
belakangnya tertulis Johan berdaulat bin 'Ali. Jenis derham ketiga pada
bahagian muka derham ketiga, tertera Sri Sultan Raja Iskandar Muda sedangkan
pada bahagian belakangnya tertulis Johan berdaulat bin Mansur Syah.
Foto: Suasana pasar aceh tempo dulu. |
Ketiga jenis derham tersebut menarik perhatian
beberapa peneliti, terutama pada penggunaan kata bin ‘Ali dan bin Mansyur Syah.
Sebuah penjelasan yang menarik diungkapkan seorang peneliti bernama Prof.
Dr.Hoesein Djajadiningrat, menurut beliau (profesor-red) penggunaan kata ‘Ali
pada derham merujuk kepada nama datuk nenek Sultan Iskandar Muda yaitu pendiri
kerajaan Aceh Dar As-Salam Sultan 'Ali Mughayat Syah. Sedangkan katan “bin”
pada derham lebih menjurus kepada pengertian “keturunan” dibandingkan arti secara
harfiah “Anak dari”.
Ada
beberapa kemungkinan mengapa sultan Iskandar Muda mengaitkan dengan kata bin
‘Ali, menurut Prof. Dr.Hoesein Djajadiningrat, Kemungkinan Pertama Sultan
menggunakan nama Datuk Neneknya karena faktanya Ayahnya bukanlah seorang Sultan
sehingga penggunaan kata bin ‘Ali sebagai penjelasan bahwa Sultan berhak atas
tahta Kerajaan. Kemungkinan Kedua bin ‘Ali yang dimaksudkan pada derham merujuk
kepada Sultan 'Ali Ri'ayat SyĆ¢h yang tak lain adalah paman Sultan Iskandar Muda.
Masih ada kemungkinan-kemungkinan lainnya yang
mungkin akan terjawab oleh waktu melalui penemuan-penemuan tentang misteri kata
bin ‘Ali pada derham aceh selama perioder sultan Iskandar Mudah berkuasa. Bila
kemungkinan kedua diatas masuk akal bagaimana dengan derham ketiga yang
ditemukan bertuliskan Johan berdaulat bin Mansur Syah.??
Prof. Dr.Hoesein Djajadiningrat menjelaskan,
Bahwa ketika Sultan Iskandar Muda sudah kuat Posisinya atas Tahta Kerajaan
Aceh, maka beliau sudah tidak perlu lagi mengaitkan diri kepada Sultan ‘Ali
manapun. Tapi ada kemungkinan lainnya, bisa jadi Sultan ingin mengakhiri lebih
dari satu makna dari nama yang tertera di belakang derham. Dengan menambahkan
bin ‘Ali dibelakang namanya sebagai dedikasi kepada Pendiri Kerajaan Aceh
Dar-Assalam Sultan 'Ali Mughayat Syah.
Sumber: Buku Mata Uang Kerajaan Aceh - Museum
Aceh
By:
Unknown
On 3:19 AM
Tuesday, April 1, 2014
BUKTI CINTA SANG SULTAN
Inilah Kutipan Kata Kata Mutiara Kahlil Gibran yang pantas sebagai bukti Sang Sultan Iskandar Muda untuk sang isteri Puteri Kamaliah.
Tepatnya di Taman Putroe Phang, Banda Aceh. Setiap akhir pekan, di
taman yang asri ini selalu ada pertunjukkan seni. Selain bermain, pengunjung
bisa menikmati berbagai atraksi seni, di panggung Art and Music Weekend Show. Tapi,
Tak lepas dari sebagai tempat rekreasi keluarga di Banda Aceh, Taman Putroe
Phang salah satu bukti nyata bernilai sejarah yang menunjukkan bahwa dulunya
pernah berkuasa sebuah kerajaan besar di Aceh. Taman ini dibuat sebagai salah
satu bukti cinta salah seorang raja aceh terhadap istrinya, sehingga nama taman
ini disesuaikan dengan nama istrinya itu.
Menurut para sejarawan antara tahun 1613 dan 1615 sultan Aceh
menaklukkan negeri Johor dan Pahang Malaysia. Seperti biasanya pemenang perang
berhak atas harta rampasan dan berhak mengambil seorang putri dari kerajaan
yang ditaklukkannya untuk dijadikan permaisuri. Diboyonglah seorang putri
cantik nan jelita ke Aceh yang dikenal dengan nama Putroe Phang (Putri Pahang).
Putri boyongan dari Pahang tersebut sangat cantik parasnya dan halus budi
bahasanya membuat Sultan Iskandar Muda jatuh cinta dan menjadikannya sebagai
permaisuri. Demi cintanya yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda bersedia
memenuhi permintaan permaisurinya untuk membangun sebuah taman sari yang sangat
indah, lengkap dengan Gunongan sebagai tempat untuk menghibur diri agar
kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di tempat asalnya terpenuhi.
Selain sebagai tempat bercengkrama, Gunongan juga digunakan sebagai tempat
berganti pakaian permaisuri setelah mandi di sungai yang mengalir di
tengah-tengah
Tidak hanya cantik, tapi beliau juga seorang wanita yang cerdas.
Beliau adalah penasehat suaminya dalam pemerintahan. Seperti terlihat dalam
semboyan yang banyak dikenal dalam kehidupan bermasyarakat. Beliau juga membuat
hukum tentang perlindungan anak dan perempuan. Hukum ini kemudian diterjemahkan
dan diwujudkan oleh putri beliau, Ratu Safiatuddin sehingga di Aceh Besar dan
Aceh Pidie, hukum waris tidak saja berdasarkan pada hukum Islam, tapi juga
dipengaruhi oleh hukum adat. Misalnya oleh orang tua, rumah selalu diwariskan
pada anak perempuan. Mungkin hal inilah yang menyebabkan munculnya sebutan
"Porumoh" (pemilik rumah) untuk istri dalam masyarakat Aceh.
By:
Unknown
On 3:30 AM
Subscribe to:
Posts (Atom)